
Bank Digital Thailand didorong untuk meninjau ulang strategi bisnis
Mereka sebaiknya mengakuisisi nasabah sejak awal dengan orientasi keuntungan.
Bank digital di Thailand sebaiknya meninggalkan pendekatan tradisional “acquire now, make money later” jika ingin segera menghasilkan keuntungan, kata para analis, mengingat hanya seperlima dari sekitar 45 neobank di Asia yang saat ini mencetak laba.
Mereka disarankan untuk mengakuisisi nasabah secara menguntungkan sejak awal, alih-alih menarik mereka dengan berbagai penawaran, kata Chalee Asavathiratham, Presiden dari grup fintech yang berbasis di Singapura, Lightnet Group dalam Asian Banking & Finance and Insurance Asia Summit di Bangkok bulan ini.
“Bank digital adalah bisnis yang sulit,” katanya, seraya mencatat bahwa hanya sembilan dari 45 bank di kawasan ini yang menghasilkan keuntungan. Kurang dari 5% dari lebih dari 400 bank digital mandiri di seluruh dunia yang saat ini mencetak laba, menurut data dari Simon-Kucher & Partners.
“Jika Anda mengikuti pendekatan tradisional dari bisnis platform, akuisisi dulu, lalu cari cara untuk meraup untung belakangan itu mungkin berlaku sepuluh tahun lalu, tapi sekarang justru menjadi permainan yang merugi,” kata Asavathiratham, yang juga merupakan senior advisoruntuk konsorsium Lightnet-WeLab.
“Pikirkan sejak hari pertama bagaimana mengakuisisi nasabah secara menguntungkan,” katanya. “Bagaimana menciptakan produk yang dapat menghasilkan arus kas positif secepat mungkin?”
WeLab yang berbasis di Hong Kong adalah salah satu grup yang bersaing untuk mendapatkan lisensi bank digital di Thailand. Bank sentral negara tersebut dijadwalkan menerbitkan tiga lisensi bank virtual pada pertengahan 2025. Grup ini mencapai titik impas pada akhir tahun lalu.
Mengelola biaya adalah faktor lain yang dimiliki bersama oleh bank digital yang sukses di kawasan ini, menurut Dalad Tantiprasongchai, Chief Operating Officer sekaligus International Business Officer di SCB X Public Co. Ltd.
“Faktor lainnya adalah pengalaman nasabah, nilai tambah yang ditawarkan ke pasar,” katanya dalam forum tersebut.
“Semua ini berkaitan dengan manajemen risiko, baik dalam manajemen risiko kredit maupun manajemen risiko menyeluruh di seluruh sistem perbankan virtual.”
SCB X adalah bagian dari konsorsium lain yang juga bersaing untuk mendapatkan lisensi bank digital di Thailand.
Dalad mengatakan keahlian teknologi sangat penting, dan menambahkan bahwa bank virtual harus memiliki kejelasan tentang bagaimana produk mereka dapat memberikan nilai tambah.
“Semua orang yang memiliki ponsel kemungkinan besar sudah memiliki semua aplikasi perbankan,” kata Ittiphan Jearkjirm, Executive Vice President of Digital Business di Gulf Edge Co. Ltd. “Dan saya yakin mereka punya lebih dari satu.”
Para panelis yang dipandu oleh moderator Kevin Kwek, partner sekaligus head financial institutions group untuk Asia Tenggara di firma konsultan Kearney, sepakat bahwa salah satu tantangan terbesar yang dihadapi bank digital adalah menjaga pertumbuhan yang berkelanjutan.
Mereka juga mengatakan bahwa pasar perlu melihat pendekatan Thailand terhadap perbankan digital secara berbeda; ini bukan tentang memberikan promosi.
“Saya rasa saya tidak akan pernah menargetkan Anda sebagai calon nasabah di bank digital yang akan kami bangun,” kata Asavathiratham kepada Kwek yang sebelumnya mencatat bahwa nasabah yang sudah terbiasa dengan mobile banking dan sudah memiliki rekening bank tidak akan menjadi nasabah setia setelah promo atau penawaran berakhir.
“Bank virtual yang kami ciptakan ditujukan bagi kelompok yang kurang terlayani,” lanjutnya. “Kami berbicara tentang orang-orang yang kesulitan mengakses kredit dari bank.”
“Mereka inilah yang kemungkinan besar mencari sumber dana informal, rentenir atau cara lain. Mereka juga merupakan orang-orang yang bahkan enggan menyimpan uangnya di bank,” tambah Asavathiratham.
Dalad mengatakan sangat mudah untuk memperbesar portofolio pinjaman dalam waktu singkat, “tetapi sulit melakukannya secara berkelanjutan atau menguntungkan.”
“Masalah yang kami lihat di Thailand bersifat struktural, masyarakat bergantung pada pinjaman informal dan rentenir,” katanya. “Inilah yang ingin kami pecahkan secara kolektif sebagai peserta dalam ekosistem bank virtual.”