, Singapore
2369 views
Photo from Freepik

Pengawasan fintech akan diperketat usai kasus Chocolate Finance

Bank sentral mungkin akan memberlakukan persyaratan cadangan untuk memenuhi permintaan penarikan.

Otoritas Moneter Singapura (Monetary Authority of Singapore/MAS) kemungkinan harus memberlakukan persyaratan likuiditas yang lebih ketat bagi perusahaan fintech setelah Chocolate Finance mengalami kesulitan keuangan akibat lonjakan penarikan dana, menurut para analis.

“Meski regulasi yang ada saat ini sudah kuat, otoritas kemungkinan akan menyempurnakan pedoman terkait persyaratan likuiditas minimum agar perusahaan fintech memegang cadangan yang cukup untuk memenuhi permintaan penarikan,” kata Li Yang, dosen senior di School of Business, Singapore University of Social Sciences kepada Singapore Business Review.

Regulator mungkin akan mewajibkan perusahaan fintech untuk menyimpan sebagian aset mereka dalam bentuk yang sangat likuid, seperti kas atau aset setara kas dengan jatuh tempo pendek, katanya, mengutip rancangan standar teknis regulasi dari European Banking Authority (EBA) sebagai model acuan.

“EBA telah mengusulkan agar persentase tertentu dari aset cadangan memiliki jatuh tempo tidak lebih dari satu hingga lima hari kerja guna memastikan likuiditas yang memadai,” katanya melalui email.

Berbeda dengan bank tradisional, perusahaan fintech tidak tunduk pada aturan ketat, termasuk persyaratan cadangan yang mewajibkan mereka menyimpan sejumlah dana tunai. Simpanan di fintech seperti Chocolate Finance juga tidak dijamin oleh Singapore Deposit Insurance Corp. Ini karena mereka bukan bank.

Li mengatakan bahwa regulator dapat mewajibkan perusahaan fintech untuk menempatkan setidaknya 20% dari aset mereka dalam investasi yang jatuh tempo dalam lima hari kerja guna meningkatkan likuiditas. Ambang batas tersebut bersifat “ilustratif” dan perlu disesuaikan dengan profil risiko masing-masing perusahaan.

Henry Tan, Group CEO dan Chief Innovation Officer di firma akuntansi CLA Global TS Holdings Pte. Ltd., mengatakan bahwa persyaratan likuiditas yang lebih ketat kemungkinan besar akan diberlakukan terhadap perusahaan manajemen dana yang menjual produk kompleks atau berimbal hasil tinggi.

Pada Maret, perusahaan manajemen dana Chocolate Finance menangguhkan fungsi penarikan instan mereka, dengan alasan adanya permintaan yang sangat tinggi, dan mengumumkan bahwa penarikan kini akan diproses dalam tiga hingga sepuluh hari kerja.

READ MORE: Chocolate Finance completes March redemptions processing

Langkah tersebut diambil setelah para influencer dan blogger keuangan menyuarakan kekhawatiran atas keputusan perusahaan untuk berhenti mendukung pembayaran tagihan AXS di tengah lonjakan penggunaan yang didorong oleh sistem imbalan, yang membuatnya menjadi tidak berkelanjutan.

Tan menggambarkan insiden Chocolate Finance sebagai konsekuensi dari kurangnya pengawasan dan pengamatan terhadap “influencer keuangan.”

“Meskipun Chocolate Finance memiliki lisensi dari MAS sebagai perusahaan manajemen dana, perusahaan ini bukan bank dan karena itu tidak tunduk pada persyaratan kecukupan modal dan perlindungan simpanan yang sama,” katanya melalui email.

“Masyarakat umum mungkin tidak sepenuhnya memahami perbedaan ini, terutama ketika produk investasi dipromosikan oleh influencer keuangan yang tidak memiliki keahlian finansial yang memadai,” tambahnya.

Tan menyarankan agar perusahaan fintech mencegah kesalahpahaman dengan bekerja sama dengan pihak yang terpercaya atau memberikan edukasi langsung kepada pengguna, sementara Li menekankan perlunya komunikasi yang jelas selama krisis, termasuk memiliki rencana krisis, dukungan khusus, dan pembaruan informasi yang tepat waktu kepada pengguna.

“Insiden Chocolate Finance menjadi pengingat akan pentingnya likuiditas dan kesiapan operasional,” kata Li. Ia menambahkan bahwa regulator kemungkinan akan menyempurnakan aturan transparansi, termasuk terkait ketersediaan dana tunai.

Tan memperkirakan akan ada panduan yang lebih jelas mengenai jenis produk yang boleh ditawarkan oleh manajer dana berlisensi dan bagaimana mereka menyusun sistem imbalan.

 

Bank dan asuransi di Filipina didorong mengadopsi AI yang berpusat pada manusia

Adopsi AI seharusnya berfokus pada inklusi keuangan, pengalaman nasabah, dan personalisasi.

Choo Wan Sim dari UOB: Bankir perempuan membutuhkan work-life balance

Mantan pramugari yang kini memimpin divisi digital bank ini juga menekankan pentingnya peran mentor.

Gen Z membutuhkan informasi yang tepat dalam sekejap

AI dapat membantu tim pemasaran lembaga keuangan menyelesaikan tugas ini.

Bagaimana embedded finance dan AI membentuk ulang sektor keuangan Malaysia

Migrasi nilai ke pelaku non-bank dengan model yang “terfokus” semakin cepat.

Mewaspadai potensi gejolak di perbankan dari SWF Indonesia

Sebuah "pagar institusional" seharusnya melindungi fungsi dasar perbankan dari dana tersebut.

Pengawasan fintech akan diperketat usai kasus Chocolate Finance

Bank sentral mungkin akan memberlakukan persyaratan cadangan untuk memenuhi permintaan penarikan.

Bank sentral Filipina bersiap untuk transfer cross-border secara instan

Otoritas moneter di Asia bersiap meluncurkan Project Nexus ke pasar.

JuanHand mendorong layanan embedded lending lewat kolaborasi dengan e-commerce

Aplikasi pinjaman ini hanya memerlukan KTP, smartphone, dan koneksi internet.

Firma manajemen kekayaan membidik peluang dari ledakan startup di India

Kelompok ultra-kaya mulai melirik perusahaan kecil dan menengah.

Bank Sentral Filipina menyiapkan regulasi AI untuk sektor perbankan

AI tidak boleh mengurangi tanggung jawab bank dalam menjaga privasi data.