Upaya Malaysia menjadi anggota BRICS untuk mendorong perombakan sistem perbankan
Namun, tantangan muncul ketika menjauh dari ketergantungan pada AS dan SWIFT.
Upaya Malaysia menjadi anggota BRICS dapat mengubah cara sistem perbankan lokal beroperasi. Seorang pejabat senior dari asosiasi perbankan setempat mengungkapkan hal itu berpotensi melepaskan Malaysia dari pengaruh AS.
Bagi Mohd Prasad Hanif, Sekretaris Jenderal Asosiasi Lembaga Keuangan Pembangunan Malaysia (ADFIM), bergabung dengan BRICS akan mengurangi dampak keputusan dan sanksi AS, terutama di bidang geopolitik.
"Saat ini, sistem alternatif BRICS pada dasarnya akan meningkatkan kedaulatan dan stabilitas ekonomi bagi negara-negara anggota dengan mengurangi dampak kebijakan ekonomi dan sanksi AS," kata Hanif kepada peserta Asian Banking & Finance Forum 2024 di Kuala Lumpur.
Pada pertengahan Juni, Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim menyatakan niatnya untuk mengajukan keanggotaan BRICS, dengan mengirimkan aplikasi pada Agustus. Jika berhasil, Malaysia akan menjadi bagian dari organisasi antar pemerintah yang mencakup Cina, Rusia, India, Afrika Selatan, dan Uni Emirat Arab.
Ini berarti kemungkinan menjauh dari ketergantungan pada SWIFT, menjadi sebuah langkah yang menghadirkan peluang sekaligus tantangan.
"Sistem ini dapat menurunkan biaya transaksi. Ketika, memiliki sistem alternatif yang bersaing dengan SWIFT, maka kita dapat bernegosiasi biaya yang lebih baik dengan menghindari konversi mata uang dan bank perantara, yang mendorong kerja sama ekonomi yang lebih besar di antara negara-negara tersebut," kata Hanif.
Memiliki sistem penyelesaian perdagangan alternatif juga dapat memacu inovasi keuangan dan inklusi dengan memanfaatkan kemajuan fintech untuk meningkatkan akses ke sistem keuangan, kata Sekretaris Jenderal.
"Itu juga memberikan ketahanan terhadap negara-negara Barat, memungkinkan negara-negara anggota untuk menjalankan kebijakan luar negeri secara independen tanpa dampak finansial," tambah Hanif.
Peningkatan kerja sama ekonomi dengan BRICS dapat menghasilkan peluang investasi yang lebih terdiversifikasi serta pengembangan produk keuangan baru, tambahnya.
Namun, banyak tantangan muncul. Di mana yang terbesar adalah kebutuhan akan investasi besar dalam teknologi, kerangka peraturan, dan infrastruktur keuangan.
"Mengkoordinasikan regulasi dan kebijakan keuangan di antara negara-negara BRICS yang beragam bisa menjadi sulit dan berpotensi menyebabkan ketidakefisienan serta konflik," kata Hanif.
Malaysia juga perlu berhati-hati menyeimbangkan hubungannya antara negara-negara Barat dan BRICS.
Namun, "Tantangan volatilitas mata uang dan risiko likuiditas yang terkait dengan penggunaan mata uang lokal dapat meningkatkan kompleksitas transaksi keuangan dan manajemen risiko bagi bank," Hanif memperingatkan, seraya menambahkan bahwa potensi ketegangan geopolitik di dalam BRICS dapat menciptakan lingkungan regulasi yang tidak pasti.