BCA menjalankan komitmen terhadap keuangan berkelanjutan
Bank asal Indonesia ini mempertimbangkan aspek lingkungan dan tata kelola dalam keputusan pemberian pinjaman.
Bank Central Asia (BCA) yang berbasis di Jakarta tidak memberikan pinjaman kepada industri-industri yang merusak lingkungan seperti pertambangan batu bara dan perkebunan dan industri kelapa sawit sebagai bagian dari budaya keberlanjutannya serta sebagai upaya global mengurangi masalah karbon.
Bank swasta terbesar di Indonesia dari sisi aset itu juga melarang pembiayaan pada perusahaan-perusahaan di sektor konstruksi jalan tol, kayu dan hasil hutan, serta semen dan besi baja dasar.
"BCA mengelola risiko terkait keuangan berkelanjutan dengan mengoptimalkan fungsi manajemen risikonya," kata Hera F. Haryn, executive vice president of Corporate Communications and Social Responsibility at BCA kepada Asian Banking and Finance.
"Manajemen risiko Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola (ESG) diterapkan sejak proses penyaringan awal aplikasi kredit," tambahnya.
Kredit bank untuk sektor berkelanjutan telah tumbuh sebesar 9,3% secara tahunan menjadi Rp198 triliun per Juni 2024, yang menyumbang 23,2% dari total portfolio pinjaman BCA.
Hera mengatakan bahwa mereka terus memberikan pinjaman untuk kegiatan usaha berkelanjutan, sesuai dengan target pertumbuhan yang dilaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan Indonesia. "Prospek kredit berkelanjutan BCA terlihat positif, dengan banyaknya peluang pembiayaan di seluruh sektor berkelanjutan."
Bank-bank di Indonesia semakin sadar akan Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola (ESG), menurut Josua Pardede, chief economist di Bank Permata.
Kebijakan pemberian pinjaman mereka semakin dipengaruhi oleh keuangan berkelanjutan sejak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan penerbitan peraturan pada 2017 yang mendorong bank-bank lokal untuk menghindari pemberian pinjaman atau investasi dalam "kegiatan usaha yang menggunakan sumber daya secara berlebihan, meningkatkan ketidaksetaraan sosial, dan merusak lingkungan."
"Selain itu, OJK memperkenalkan Taksonomi Keuangan Berkelanjutan Indonesia sebagai panduan untuk meningkatkan alokasi modal dan pembiayaan berkelanjutan," kata Josua kepada Asian Banking and Finance.
Pemberi pinjaman lokal semakin mengintegrasikan pelaporan ESG dalam laporan tahunan atau laporan keberlanjutan khusus mereka, sejalan dengan permintaan investor dan pemangku kepentingan. Mereka juga mendorong pembiayaan berkelanjutan, termasuk penerbitan obligasi hijau dan pendanaan proyek untuk transisi energi bersih dan pembangunan berkelanjutan.
Strategi ESG yang kuat dapat berdampak positif pada kinerja keuangan bank dalam jangka panjang, menurut Josua. "Bank yang mengadopsi praktik ESG cenderung mengalami pengurangan risiko operasional, peningkatan reputasi, dan akses modal yang lebih baik."
Integrasi ESG yang efektif dapat membantu mereka mengidentifikasi dan mengelola risiko lingkungan dan sosial yang dapat memengaruhi aset dan kewajiban mereka, tambahnya.
Perubahan budaya
"Namun, hubungan positif antara penerapan strategi ESG dan kinerja keuangan dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk efektivitas pelaksanaan strategi tersebut dan tentu saja kondisi pasar," kata Josua.
Bank-bank di Indonesia masih menghadapi tantangan dalam mengintegrasikan ESG dalam keputusan pemberian pinjaman dan investasi mereka. Tantangan utama termasuk rendahnya kesadaran akan ESG di dalam bank dan di antara para pemangku kepentingan, kebutuhan akan investasi awal, serta sumber daya untuk mengembangkan kerangka kerja ESG yang memadai, kata Josua.
"Integrasi ESG memerlukan perubahan budaya dalam organisasi dan sistem pelaporan yang efektif, yang tidak selalu mudah untuk diterapkan," tambahnya.
Dia mengatakan bank-bank di Indonesia harus memperkuat kebijakan dan kerangka kerja ESG serta mengintegrasikan analisis risiko ESG ke dalam proses pengambilan keputusan kredit dan investasi mereka. "Ini termasuk mengevaluasi dampak lingkungan dan sosial dari proyek yang dibiayai serta menilai kerentanan terhadap perubahan iklim," tambahnya.
Hera dari BCA mencatat bahwa untuk setiap tantangan, muncul peluang baru. Selain memprioritaskan kegiatan usaha berkelanjutan, BCA juga sedang mengembangkan kapasitas sumber daya manusianya.
Sejak 2019, bank ini telah memiliki tim ESG khusus yang menanamkan budaya keberlanjutan melalui koordinasi, perencanaan, pemantauan, dan evaluasi kebijakan serta praktik keberlanjutan di berbagai unit BCA.
"BCA terus meningkatkan komunikasi dan edukasi bagi karyawan dan debitur mengenai ESG untuk mengurangi kesenjangan pemahaman," kata Hera. "Kami akan terus bekerja bersama para debitur menuju implementasi ESG yang lebih baik."