, Indonesia
1295 views

Citibank mengharapkan peningkatan pendanaan untuk sektor infrastruktur dan energi di Indonesia

Proyek infrastruktur Presiden Prabowo menawarkan peluang bagi investor dan perbankan.

Citibank N.A., Indonesia memperkirakan peningkatan pembiayaan di sektor pekerjaan umum dan energi terbarukan dalam negeri, sejalan dengan janji Presiden Prabowo Subianto untuk meningkatkan dukungan negara terhadap industri-industri ini, menurut CEO bank tersebut.

Kebijakan ini berpotensi mendorong peningkatan investasi asing, ujar CEO Batara Sianturi dalam wawancara dengan Asian Banking & Finance. “Fokus Prabowo pada kemandirian dan transformasi ekonomi selaras dengan strategi kami dalam mendukung pembangunan Indonesia melalui solusi perbankan global,” tambahnya.

Sianturi memperkirakan pemerintahan baru akan memperkenalkan “kebijakan keuangan dan energi yang diperkuat guna meningkatkan kemitraan perdagangan dan investasi antara Indonesia dan hubungan internasional, termasuk dengan AS, sehingga mendorong kerja sama ekonomi yang lebih erat serta peluang pertumbuhan bagi klien kami.”

Sebelumnya pada tahun ini, Citibank bertindak sebagai joint bookrunner untuk penerbitan Sukuk global tiga tahap senilai $23 miliar, termasuk obligasi Sukuk hijau berjangka 30 tahun guna mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan.

Ekonomi terbesar di Asia Tenggara menargetkan pertumbuhan tahunan 8% selama lima tahun masa kepresidenan Prabowo dan akan melanjutkan kebijakan hilirisasi yang dimulai oleh pendahulunya untuk meningkatkan pemrosesan bahan mentah Indonesia di dalam negeri, alih-alih mengekspornya dalam bentuk yang belum diolah.

Kebijakan fiskal Prabowo secara luas mencakup rencana belanja ambisius di sektor infrastruktur, pertahanan, dan gaji pegawai pemerintah.

Kelanjutan proyek infrastruktur besar Indonesia memberikan peluang bagi investor asing, terutama di sektor konstruksi, logistik, dan energi, menurut Steptoe LLP, firma hukum internasional yang berbasis di Washington, DC.

Namun, terdapat risiko yang signifikan, seperti belanja fiskal agresif Prabowo untuk program sosial seperti inisiatif makan siang gratis di sekolah, yang menimbulkan kekhawatiran terkait keberlanjutan keuangan publik Indonesia, kata firma hukum tersebut.

“Jika langkah-langkah peningkatan pendapatan, seperti reformasi perpajakan, gagal mengimbangi belanja negara, Indonesia bisa mengalami defisit anggaran yang meningkat, yang dapat melemahkan kepercayaan investor dan memengaruhi stabilitas ekonomi,” tambahnya.

Sementara itu,  Presiden terpilih AS Donald Trump yang kembali terpilih ke Gedung Putih menghadirkan peluang sekaligus tantangan, di mana Citibank terus meningkatkan efisiensi biaya serta menjaga likuiditas yang kuat di tengah pasar yang bergejolak, ujar Sianturi.

“Kebijakan fiskal Trump, termasuk belanja agresif dan kemungkinan pemangkasan suku bunga, memberi sinyal peluang pertumbuhan jangka pendek tetapi juga menimbulkan kekhawatiran terkait inflasi, defisit anggaran, dan volatilitas mata uang,” katanya. “Dolar yang lebih kuat dapat memberi tekanan pada mata uang pasar berkembang, termasuk rupiah.”

Proyeksi pemangkasan suku bunga sebesar 50 basis poin oleh Federal Reserve AS pada Desember dapat menciptakan peluang likuiditas seiring dengan langkah bank sentral lainnya yang mengikuti, tambahnya.

Namun, perang dagang AS-Cina yang berlanjut, termasuk janji Trump untuk mengenakan tarif 60% pada impor Tiongkok dan 10% untuk negara lain, dapat memperlambat perdagangan global dan memperburuk tantangan ekonomi di Asia, kata Sianturi.

Kenaikan harga minyak akibat ketegangan geopolitik, terutama di Timur Tengah, serta memburuknya hubungan AS-Cina dapat memberikan tekanan tambahan pada perdagangan global dan pasar energi. Kebijakan Prabowo untuk mengurangi ketergantungan pada impor dan memperkuat industri dalam negeri dapat memberikan tantangan awal bagi dinamika perdagangan luar negeri.

“Sebagai institusi global, kami siap memitigasi risiko sekaligus memanfaatkan peluang yang muncul dari perubahan ini,” kata Sianturi.

CEO tersebut menegaskan bahwa teknologi dan solusi berbasis nasabah tetap menjadi pilar utama strategi Citibank Indonesia. Bank ini akan terus memberdayakan kliennya melalui inovasi seperti pinjaman perdagangan elektronik serta fokus pada digitalisasi layanan.

“Kami menyediakan wawasan global dan teknologi bagi klien kami, memungkinkan mereka untuk tetap unggul dalam dunia yang terus berubah dengan cepat,” kata Sianturi.

Laba bersih Citibank Indonesia naik 14% pada kuartal kedua menjadi $82,1 juta (Rp1,3 triliun) dibandingkan tahun sebelumnya, didorong oleh penurunan biaya operasional yang meningkatkan rasio biaya terhadap pendapatan menjadi 39,5% dari sebelumnya 59,5%. Rasio kecukupan modalnya juga meningkat menjadi 36,2% dari 28,7% di tahun sebelumnya.