, APAC
241 views

Bank menghadapi era disrupsi dengan menjadi disruptor

Perusahaan tidak hanya menghadapi transformasi teknologi tetapi juga masa berlaku keterampilan yang semakin pendek bagi tenaga kerjanya.

Di tengah era disrupsi, mulai dari AI generatif. dilema talenta yang memburuk, serta meningkatnya biaya, salah satu cara yang bisa dilakukan bank supaya tetap unggul adalah dengan tidak hanya menyesuaikan diri dengan disrupsi, tetapi juga memilih menjadi pengubah permainan itu sendiri.

Berbicara di Asian Banking & Finance Forum yang diadakan di Ho Chi Minh City, Vietnam, partner Bain & Company, Sen Ganesh, menjabarkan berbagai “pengubah permainan” yang memengaruhi industri perbankan dan asuransi, serta berbagai cara lembaga keuangan bisa menyesuaikan strategi mereka untuk mengimbangi disrupsi.

“Apa yang kita lihat sekarang adalah seiring meningkatnya kecepatan perkembangan teknologi, sebagian besar organisasi harus menyeimbangkan dua kekuatan. Yang pertama adalah utang teknis yang menumpuk selama beberapa tahun terakhir. Kedua, kami melihat lebih banyak tekanan pada biaya,” kata Ganesh kepada hadirin dalam presentasinya.

Untuk menyeimbangkan ini, lembaga keuangan telah mengadopsi tiga strategi yang berbeda. Salah satunya adalah menjadi disruptor.

"Secara efektif, kita meninggalkan sistem lama dan beralih ke greenfield. Membangun tumpukan teknologi baru sepenuhnya di greenfield dan kemudian memindahkan nasabah ke sana. Hal itu terdengar sangat menarik, namun juga sangat mahal dan berisiko tinggi. Beberapa pihak telah mencoba melakukan ini dengan bank digital dan membangun hal yang benar-benar baru, terpisah, lalu memigrasikan nasabah,” kata Ganesh.

Strategi lain yang dapat diadopsi bank adalah menginvestasikan uang untuk merombak sistem pemrosesan produk lama mereka agar lebih ramping dan efisien. Strategi kedua ini, yang dilaporkan sebagai yang paling populer, adalah fokus pada penciptaan pengalaman digital baru dan apa yang disebut Ganesh sebagai keterlibatan “yang cerdas.”

"Hanya sedikit yang ingin memodernisasi keseluruhan teknologi dari ujung ke ujung. Jadi, mereka memecah teknologi, umumnya menjadi serangkaian layanan mikro. Ini adalah layanan mandiri yang memiliki logikanya sendiri, datanya sendiri, yang memungkinkan untuk diskalakan," kata Ganesh.

ALSO READ: 60% of commercial banks don’t have women in C-suite roles

Relevansi talenta semakin pendek

Ganesh juga menyoroti masalah yang semakin mengkhawatirkan terkait talenta. Menurutnya, masa berlaku sebuah keterampilan kini sekitar 5 tahun, turun dari 30 tahun.

Untuk mengatasi hal ini, Ganesh menyarankan lembaga keuangan untuk mengadopsi sistem manajemen TALENTA baru, yang ditandai dengan "sistem pengelolaan TALENTA," di mana karyawan ditempatkan pada peran yang paling sesuai dengan kemampuan mereka.

Dia juga menekankan bahwa pekerja perlu terus-menerus belajar, unlearn, dan relearn karena karyawan kini adalah murid yang harus terus  belajar sepanjang karier mereka.

“Menempatkan karyawan berprestasi di posisi paling krusial sangat penting. Sebuah temuan menarik dari penelitian terkait tim NASCAR menunjukkan bahwa jika satu anggota tim pit stop bekerja di bawah performa, waktu yang dibutuhkan untuk pit stop akan berlipat ganda. Jika dua anggota bekerja di bawah performa, waktunya akan berlipat ganda lagi. Memiliki talenta yang tepat di peran yang tepat adalah kunci kesuksesan,” jelas Ganesh.

Menjaga karyawan tetap terinspirasi adalah cara lain untuk meningkatkan produktivitas mereka.

ALSO READ: Empathy deficit erodes customers’ trust in banks

"Terakhir, sesuatu yang mungkin kurang diperhitungkan di sektor jasa keuangan adalah karyawan yang terinspirasi akan 55% lebih produktif dibandingkan rata-rata karyawan. Mereka percaya pada tujuan perusahaan, merasa dihargai, dan ini menghasilkan kinerja yang lebih tinggi. Dari penelitian kami, rata-rata sebuah perusahaan dapat meningkatkan produktivitas dari satu orang sebesar 102%. Itu adalah peningkatan yang baik, tetapi perusahaan terbaik mampu meningkatkan produktivitas dari 100% menjadi 144%," jelas Ganesh.

"Sebagian besar perusahaan fokus pada perekrutan yang lebih baik, melakukan sedikit pelatihan dan pengembangan, manajemen kinerja, serta penilaian kompensasi. Namun, mereka sering melewatkan atau kurang berinvestasi dalam faktor-faktor lain yang dapat menciptakan tenaga kerja yang terinspirasi dan produktif," tambahnya.

Kekuatan disrupsi

Ganesh juga menyinggung dua faktor yang mengganggu sektor perbankan, yaitu AI generatif dan ESG.

Meskipun Ganesh mengakui potensi AI generatif dalam membuka model bisnis baru dan mengubah cara perusahaan berinteraksi dengan nasabah, namun dia juga mencatat sejumlah tantangan terkait regulasi dan efektivitas keseluruhan teknologi tersebut.

Yang menarik, Ganesh mengatakan bahwa tidak semua perusahaan akan mengalami peningkatan penjualan yang signifikan dengan mengadopsi AI generatif. Karyawan dengan kinerja terbaik mungkin tidak merasakan banyak manfaat dari penggunaan AI generatif, meskipun teknologi ini dapat lebih membantu karyawan dengan kinerja rata-rata dan rendah.

“Jika saya memberikan bantuan AI generatif kepada RM (Relationship Manager) terbaik saya, saya mungkin hanya mendapatkan peningkatan produktivitas sekitar 2%. Mungkin saya bisa mengoptimalkan tugas administratif mereka, memberi mereka sedikit lebih banyak waktu untuk menjual. Namun kenyataannya, mereka sudah sangat baik, sehingga tidak akan ada peningkatan penjualan yang signifikan,” kata Ganesh.

ALSO READ: Game changer: Gen AI can transform how banks tackle regulation and risk

"Kami melihat dampak terbesar adalah pada karyawan dengan kinerja rata-rata dan yang kinerjanya rendah, di mana AI generatif dapat meningkatkan kemampuan mereka untuk menjual dan produktivitas mereka secara signifikan," tambah Ganesh.

Tantangan terbesar dalam adopsi AI generatif adalah keterjelasan modelnya. "Perusahaan harus bisa menjelaskan dasar dari rekomendasi yang diberikan kepada klien dan itu cukup sulit dengan large language model. Perusahaan melatih model, memberikan input, dan model memberikan output, tapi perusahaan tidak selalu tahu bagaimana model tersebut sampai pada kesimpulan atau rekomendasi itu," jelas Ganesh sembari mencatat bahwa inilah salah satu alasan mengapa perusahaan enggan meluncurkan layanan AI generatif.

"Jika seorang regulator meminta membenarkan keputusan tertentu dan perusahaan tidak dapat menjelaskannya karena proses pengambilan keputusan AI tidak transparan, itu bisa menjadi masalah besar. Hal ini sangat relevan jika ada tuduhan bias terhadap ras atau profil demografis tertentu," Ganesh memperingatkan.

Mengenai ESG, Ganesh dan Bain & Company melihat banyak peluang pertumbuhan, terutama di kawasan Asia-Pasifik (APAC).

"Banyak perusahaan yang berfokus pada pembiayaan dekarbonisasi, mengadopsi teknologi baru, dan memperbaiki rantai pasokan. Semakin banyak perusahaan juga berusaha menawarkan layanan yang bernilai tambah, seperti kolaborasi untuk wawasan data, layanan konsultasi, dan penawaran platform-as-a-service yang dapat bermanfaat bagi UMKM," kata Ganesh.

ALSO READ: Less than 10% of global energy financing went to renewables: study

Dia juga mencatat meningkatnya minat dalam membantu pengurangan karbon, di mana bank menyediakan layanan berbasis pertukaran, di antara inisiatif lainnya.

“Meskipun ESG adalah topik yang luas, aspek iklim dari ESG, khususnya, menyimpan peluang besar bagi industri perbankan dan asuransi di wilayah kami. Kami melihat pergeseran menuju area ini, yang semakin berkembang dan canggih,” tutup Ganesh.

 

BCA menjalankan komitmen terhadap keuangan berkelanjutan

Bank asal Indonesia ini mempertimbangkan aspek lingkungan dan tata kelola dalam keputusan pemberian pinjaman.

Platform pembayaran PingPong memperoleh lisensi PJP di Indonesia

PingPong mengincar ekspansi ke pasar ekspor senilai $320 miliar di negara tersebut.

Margin yang lebih tinggi dan biaya operasional rendah mendukung pertumbuhan laba Bank Central Asia di kuartal II

Laba bersih bank di semester I tahun ini $1,65 miliar, 11% lebih tinggi dibandingkan semester I 2023.

BRI melaporkan laba sebesar $1,83 miliar (Rp29,9 triliun) pada kuartal II

Direktur Utama Sunarso menyanjung distribusi kredit dan DPK bank.

Pinjaman baru Indonesia meningkat pada kuartal kedua (Q2)

Penyaluran pinjaman baru diperkirakan akan terus tumbuh pada kuartal ketiga (Q3).

Nasabah privilege banking UOB Indonesia mendapat akses gratis ke lounge bandara

Nasabah dapat mendapatkan hingga 10 tiket masuk gratis setiap tahun.

Pemotongan suku bunga di paruh kedua 2024 kemungkinan akan meningkatkan pendapatan bank di Indonesia

Siklus pemotongan suku bunga sering kali mempercepat pendapatan bank.

Net interest margin (NIM) BRI diperkirakan turun 31bp di 2024

NIM diperkirakan akan pulih 25bp pada 2025.